Sejarah Dan Perkembangan Pasar Modal
Pasar Modal pada hakekatnya adalah pasar yang tidak berbeda jauh dengan
pasar tradisional yang selama ini kita kenal, dimana ada pedagang,
pembeli, dan juga tawar menawar harga. Pasar modal dapat juga diartikan
sebagai sebuah wahana yang mempertemukan pihak yang membutuhkan dana
dengan pihak yang menyediakan dana sesuai dengan aturan yang ditetapkan
oleh lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal telah menggariskan
bahwa Pasar Modal mempunyai posisi yang strategis dalam pembangunan
ekonomi nasional. Pertumbuhan suatu Pasar Modal sangat tergantung pada
dari kinerja perusahaan efek. Untuk mengkoordinasikan modal, dukungan
teknis, dan sumber daya manusia dalam pengembangan Pasar Modal
diperlukan suatu kepemimpinan yang efektif. Perusahaan-perusahaan harus
menjalin kerjasama yang erat untuk menciptakan pasar yang mampu
menyediakan berbagai jenis produk dan alternatif investasi bagi
masyarakat.
Untuk mengenmbangkan prasarana industri Efek diperlukan investasi yang
besar. Investasi tersebut tergantung pada keuntungan ekonomis yang dapat
diperoleh para usahawan. Faktor-faktor yang dapat mengurangi jumlah
investasi yang dapat diperlukan untuk membangun prasarana dan mengurangi
biaya operasi perusahaan efek, akan mendorong perkembangan Pasar Modal
melalui peningkatan kelangsungan hidup Perusahaan Efek. Perkembangan
dimaksud dapat dicapai apabila faktor-faktor tersebut juga mampu
menghasilkan layanan dan alternatif investasi yang aman dan berkualitas
tinggi terutama dalam memberikan pelayanan yang optimal kepada para
investor sehingga perkembangannya nanti akan sangat mempengaruhi minat
dari para calon investor baru yang ingin coba-coba berinvestasi di Pasar
Modal.
Dalam sejarah Pasar Modal Indonesia, kegiatan jual beli saham dan
obligasi dimulai pada abad 19. Menurut buku Effectengids yang
dikeluarkan oleh Verreniging voor den Effectenhandel pada tahun 1939,
jual beli efek telah berlangsung sejak 1880.
Pada tanggal 14 Oktober 1912, Amaserdamse Effectenbueurs mendirikan
cabang bursa efek di Batavia. Di tingkat Asia, bursa Batavia tersebut
merupakan yang tertua keempat setelah Bombay, Hongkong dan Tokyo.
Zaman Penjajahan
Sekitar awal abad ke-19 pemerintah kolonial Belanda mulai membangun
perkebunan secara besar-besaran di Indonesia. Sebagai salahsatu sumber
dana adalah dari para penabung yang telah dikerahkan sebaik-baiknya.
Para penabung tersebut terdiri dari orang-orang Belanda dan Eropa
lainnya yang penghasilannya sangat jauh lebih tinggi dari penghasilan
penduduk pribumi.
Atas dasar itulah, maka pemerintahan kolonial waktu itu mendirikan Pasar
Modal. Setelah mengadakan persiapan, maka akhirnya berdiri secara resmi
Pasar Modal di Indonesia yang terletak di batavia (Jakarta) pada
tanggal 14 Desember 1912 dan bernama Verreniging voor den Effectenhandel
(Bursa Efek), dan langsung memulai perdagangan.
Pada saat awal terdapat terdapat 13 anggota bursa yang aktif (makelar)
yaitu: Fa. Duniop & Kolf; Fa Gijselman & Steup; Fa. Monod &
Co.; Fa. Adree Witansi & Co; Fa. A.W. Deeleman; Fa. H. Jul
Joostensz; Fa. Jeannette Walen; Fa.Wiekert & V.D Linden; Fa.
Walbrink & Co; Fa. Vermeys & Co; Fa. Cruyff dan Fa. Gebroeders.
Sedangkan Efek yang diperjualbelikan adalah saham dan obligasi
perusahaan/perkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia, obligasi
yang diterbitkan pemerintah (propinsi dan kotapraja), sertifikat saham
perusahaan-perusahaan Amerika yang diterbitkan oleh kantor administrasi
di negeri Belanda serta efek perusahaan Belanda lainnya. Perkembangan
Pasar Modal di Batavia tersebut begitu pesat sehingga menarij masyarakat
kota lainnya. Untuk menampung minat tersebut, pada tanggal 11 Januari
1925 di kota Surabaya dan 1 Agustus 1925 di Semarang resmi didirikan
bursa.
Anggota bursa di Surabaya waktu itu adalah: Fa. Duniop & Kolf; Fa
Gijselman & Steup; Fa. Van Velsen; Fa. Beaukkerk & Co. Dan N.
Koster. Sedangkan anggota bursa di Semarang waktu itu adalah: Fa. Dunlop
& Koff; Fa Gijselman & Steup; Fa. Monod & Co; Fa. Companien
& Co; serta Fa. P.H. Soeters & Co.
Perkembangan Pasar Modal waktu itu cukup menggembirakan yang terlihat
dari nilai efek yang tercatat mencapai NIF 1,4 milyar (jika di Indeks
dengan harga beras yang disubsidi pada tahun 1982, nilainya adalah ± Rp.
7 Trilyun) yang berasal dari 250 macam efek.
Analisis : Untuk mengenmbangkan prasarana industri Efek diperlukan investasi yang
besar. Investasi tersebut tergantung pada keuntungan ekonomis yang dapat
diperoleh para usahawan. Faktor-faktor yang dapat mengurangi jumlah
investasi yang dapat diperlukan untuk membangun prasarana dan mengurangi
biaya operasi perusahaan efek, akan mendorong perkembangan Pasar Modal
melalui peningkatan kelangsungan hidup Perusahaan Efek. Perkembangan
dimaksud dapat dicapai apabila faktor-faktor tersebut juga mampu
menghasilkan layanan dan alternatif investasi yang aman dan berkualitas
tinggi terutama dalam memberikan pelayanan yang optimal kepada para
investor sehingga perkembangannya nanti akan sangat mempengaruhi minat
dari para calon investor baru yang ingin coba-coba berinvestasi di Pasar
Modal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar